Rabu, 09 April 2008

URGENSI MUHASABAH

Sabtu, 28 Maret 2008


Oleh: Desie Yuniar binti Abdurrachman

Apakah Antum pernah melakukan kesalahan? Pada alam, pada manusia, pada Allah swt? Apakah Antum pernah mengalami hari-hari buruk dan jauh dari kata indah? Nilai jeblok? Masalah yang menumpuk? Teman-teman yang meninggalkan Antum? Jika ya, maka mari bersama-sama berfikir mengapa kita dapat mengalami hal tersebut, mungkin salah satunya karena kita menganggap kelalaian-kelalaian kecil kita tidak penting...mari bermuhasabah.

Manusia terdiri dari unsur hati yang membentuk kemauan/ keputusan yang bersumber dari keyakinan, kehendak dan kebebasan memilih, akal yang membentuk pengetahuan, dan jasad untuk beramal. Sedangkan hakikat manusia adalah makhluk yang berada dalam fitrah atau kata lainnya naluri manusia, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu..” (QS. ArRum: 30); lemah, “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan (bersifat) lemah.” (QS. AnNisa); bodoh “...Sungguh manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh.” (QS. AlAhzab:72); dan fakir “Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah: dan Allah Dialah Mahakaya, Mahaterpuji.” (QS. Fatir:15). Oleh sebab itu, besar kemungkinan manusia memiliki kelemahan dan melakukan kesalahan.

Dari Syadad bin Aus ra, dari Rasulullah saw, bahwa beliau berkata, ‘Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)

Muhasabah atau evaluasi atas visi inilah yang digambarkan oleh Rasulullah saw sebagai kunci pertama dari kesuksesan. Selain itu, Rasulullah saw juga menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu action after evaluation. Artinya setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan. Hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah saw dengan sabdanya dalam hadits di atas dengan ’dan beramal untuk kehidupan sesudah kematian.’ Potongan hadits yang terakhir ini diungkapkan Rasulullah saw langsung setelah penjelasan tentang muhasabah. Karena muhasabah juga tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan.

Selain itu, dengan muhasabah, dapat memperbaiki situasi dengan memrubah amalan-amalan buruk dan menggantikannya dengan amalan-amalan baik sehingga keberkahan dapat diberikan oleh Allah swt dan hamba yang dicintai Allah swt tidak akan merasa sedih dalam kesusahan, serta mampu ikhlas dan sabar dalam menghadapi ujian seberat apapun. Jika ridho Allah swt telah memihak, insyaAllah kita memperoleh kebaikan yang lebih besar dari dunia dan seisinya.

Imam Turmudzi setelah meriwayatkan hadits di atas, juga meriwayatkan ungkapan Umar bin Khattab dan juga ungkapan Maimun bin Mihran mengenai urgensi dari muhasabah.

1. Mengenai muhasabah, Umar ra mengemukakan:

‘Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.

Sebagai sahabat yang dikenal ‘kritis’ dan visioner, Umar memahami benar urgensi dari evaluasi ini. Pada kalimat terakhir pada ungkapan di atas, Umar mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan meringankan hisabnya di yaumul akhir kelak. Umar paham bahwa setiap insan akan dihisab, maka iapun memerintahkan agar kita menghisab diri kita sebelum mendapatkan hisab dari Allah swt.

2. Sementara Maimun bin Mihran r.a. mengatakan:

‘Seorang hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisab pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya.

Maimun bin Mihran merupakan seorang tabiin yang cukup masyhur. Beliau wafat pada tahun 117 H. Beliaupun sangat memahami urgensi muhasabah, sehingga beliau mengaitkan muhasabah dengan ketakwaan. Seseorang tidak dikatakan bertakwa, hingga menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri. Karena beliau melihat salah satu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang senantiasa mengevaluasi amal-amalnya. Dan orang yang bertakwa, pastilah memiliki visi, yaitu untuk mendapatkan ridha Ilahi.

3. Urgensi lain dari muhasabah adalah karena setiap orang kelak pada hari akhir akan datang menghadap Allah swt. dengan kondisi sendiri-sendiri untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya. Allah swt, “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam: 95).

Point muhasabah:

1. Ibadah

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. AtTur: 56). Oleh sebab itulah manusia diciptakan yang merupakan tujuan hidup di dunia.

2. Perolehan rejeki/ penghasilan

Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi Muhammad saw bahwa beliau bersabda, ‘Tidak akan bergerak tapak kaki ibnu Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara; umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauh mana pengamalannya.’ (HR. Turmudzi). Pertanyaan yang pasti dan secara cerdas pun kita harus mempersiapkan jawabannya. Jawaban yang Allah swt suka, sehingga Allah swt meridhoi hambanya untuk dimasukkan ke surga.

3. Aspek sosial keislaman (muamalah)

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?’ Sahabat menjawab, ‘Orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki perhiasan.’ Rasulullah saw bersabda, ‘Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga manakala pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu dia pun dicampakkan ke dalam api neraka (HR. Muslim). Selain ladang da’wah, masyarakat di sekitar kita pun akan menjadi orang yang pertama kali menolong dalam kesulitan (misalnya saat kematian; mengkafani, memandikan, menshalati, dan mengubur jenazah). Selain itu, tidak pantas manusia apalagi tetangga untuk disakiti. Umar ra pernah berkata kepada Amru ibnul Aash, “Sejak kapan kamu memperbudak manusia padahal mereka dilahirkan oleh ibu-ibu mereka dalam keadaan bebas merdeka?”

4. Aspek da’wah

Evaluasi aspek dakwah ini yang perlu dievaluasi adalah sudah sejauh mana pihak lain baik dalam skala fardi maupun jama’i, merasakan manisnya dan manfaat dari dakwah yang telah sekian lama dilakukan? Jangan sampai sebuah ‘jamaah’ dakwah kehilangan pekerjaannya yang sangat substansial, yaitu dakwah itu sendiri.

Suatu hari saya bertemu dengan al-akh ketua rohis kelas, beliau menyatakan bahwa beliau malas menjadi ketua rohis, tidak peduli dengan kondisi rohis dan ingin mengundurkan diri. Kata-kata yang menurut saya tabu untuk diucapkan di depan umum. Teman saya, yang hedon menanggapi, dengan nada ketus, “Eh..! Elo pelit banget, maunya soleh sendirian!” Semua butuh da’wah, disadari atau tidak. Banyak orang disekitar kita menunggu-nuggu ajakan menuju Al-Islam. Maka, munculkanlah kepekaan itu!!

Jadilah generasi 554, yaitu generasi Rabbani yang tercantum dalam QS. Al Maidah (5) ayat 54. Generasi yang (1) Mencintai Allah dan Allah pun mencintainya; (2) Bersikap lemah lembut kepada orang yang beriman; (3) Bersikap keras kepada orang kafir; (4) Berjihad di jalan Allah; dan (5) Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Jangan biarkan diri ini bergelimang kemaksiatan terus-menerus. Hidup hanya sekali, maka JANGAN disia-siakan!

Daftar Pustaka:

‘Aasyur, A. Ahmad.1991.10 Orang Dijamin Masuk ke Surga. Jakarta: Gema Insani.

Al-Qur’an (Penerbit Syamiil)

Bugi, Mochamad. Makna Muhasabah. http://www.dakwatuna.com/index.php/tazkiyatun-nafs/2007/makna-muhasabah/. Diakses tanggal 27 Maret 2008.

Yasmin, Ummu.2005. Materi Tarbiyah: Panduan Kurikulum Bagi Da’i dan Murabbi. Solo: Media Insani Press.

Tidak ada komentar: